Kamis, 19 Agustus 2010

Alasan Posisi HurufPada Keyboard


Pernahkah kalian tau,
mengapa susunan huruf
dalam keyboard mesin
ketik, komputer, hingga
PDA kita berupa
“ QWERTYUIOP” dan
seterusnya? Mengapa
tidak dibuat saja
berurutan seperti
“ ABCDEFGH” dan
seterusnya? Mungkin
sebagian dari agan sudah
tahu ceritanya, tetapi
kalau-kalau agan belum
tahu ane copas di sini.
Konon, keyboard tersebut
sudah diciptakan sejak
tahun 1860an oleh Sholes
dan Dunsmore. Awalnya
mereka membuatnya
berurutan sesuai abjad.
Namun, lambat laun
seiring dengan
meningkatnya
kemampuan (kebiasaan)
user, kecepatan mengetik
menjadi lebih cepat
padahal mekanisme mesin
saat itu masih sederhana.
Akibatnya, (baris) tombol
tertentu menjadi sering
macet dan menghambat
pekerjaan.
Berdasar pengalaman
mereka, akhirnya
disusunlah keyboard yang
sengaja dipersulit dan
dibuat tidak efisien agar
keyboard tidak mudah
jammed. Desain mesin
ketik itu kemudian dijual
ke Remington untuk
diproduksi secara massal
tahun 1873. Susunannya
terbagi dalam empat
baris, baris teratas berupa
“ 23456789-”, baris kedua
“QWE.TYIUOP”, baris
ketiga “XDFGHJKLM”, dan
baris terbawah
“ AX&CVBN?;R”.
Seiring berjalannya waktu,
teknologi berkembang
pesat dan masalah tombol
keyboard yang sering
macet sudah teratasi
dengan desain mekanik
yang lebih baik. Sejumlah
desain keyboard alternatif
juga muncul di pasaran.
Salah satu yang cukup
populer adalah Dvorak
Simplified Keyboard (DSK)
yang dibuat oleh August
Dvorak tahun 1936. Desain
itu diklaim merupakan
desain yang lebih efisien,
cepat, dan egronomis.
QWERTY sebenarnya
punya banyak kelemahan
seperti membuat tangan
kiri Anda overload
terutama ketika menulis
dalam bahasa Inggris (hal
serupa saya rasakan
ketika menulis dalam
bahasa Indonesia).
QWERTY juga membuat
kelingking Anda overload.
Penelitian menunjukkan
bahwa distribusi huruf
tidak merata sehingga jari
Anda harus menyeberang
dari baris ke baris —-bila
dihitung jari tukang ketik
tipikal akan berjalan lebih
dari 20 mil per hari
dibandingkan dengan DSK
yang hanya 1 mil.
Sayangnya, orang tetap
ogah berpaling dari desain
“ QWERTY” kendati desain
tersebut bukan
merupakan desain yang
terbaik. Sekalipun
teknologi sudah bisa
mengatasi problem
tombol yang nge-jam,
orang tetap bertahan
dengan desain “QWERTY”
bukannya desain lain yang
lebih superior. Alih-alih,
QWERTY malah
dinobatkan menjadi
standar internasional di
tahun 1966.
Hal yang sama juga terjadi
di Microsoft Windows.
Kita tentu tahu bahwa
Windows bukanlah sistem
operasi terbaik, entah itu
dari segi keamanan,
kemudahan, kinerja,
sampai soal keindahan.
Namun, karena penetrasi
pasar Windows sudah
begitu deras, orang mulai
terbiasa menggunakan
Windows dan sistem
operasi tersebut menjadi
terstandardisasi.
Apakah tidak ada yang
lebih baik dari Windows?
Tentu saja tidak. Namun
orang perlu pikir-pikir
beberapa kali sebelum
berpaling dari standar
tersebut. Mereka harus
menghadapi barrier
seperti faktor biaya, isu
kompatibilitas, proses
pembelajaran, faktor
waktu, dan masih banyak
lagi. Akibatnya jumlah
mereka yang setia jauh
lebih besar daripada yang
murtad. Inilah yang
menjadikan Windows atau
QWERTY kemudian
menjadi standar—-kendati
mereka bukan yang
terbaik.
Dalam dunia ilmiah,
fenomena ini dijelaskan
sebagai konsep path
dependency dan network
externality. Intinya,
inovasi tidak
menghasilkan outcome
yang out of the blue,
tetapi merupakan
perkembangan yang bisa
diprediksi dari yang
sudah-sudah. Selain itu,
value dari inovasi tersebut
akan makin tinggi bila
digunakan oleh makin
banyak orang. Pada tahap
tertentu, inovasi tersebut
akan menjadi standar
yang digunakan oleh
umum.
sumber : http://
asalkamutahuaja.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan sopan

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls