Jumat, 01 Oktober 2010

Kisah Seorang IbuYangMenyekolahkanAnaknya di Iran

Cerita dari Sekolah
Penghafal Qur'an Balita
Saya tinggal di Iran dan
punya usia anak empat
tahun. Sejak tiga bulan
lalu, saya masukkan dia
ke sekolah hafiz Quran
untuk anak2. Setelah
masuk.,
wah ternyata unik banget
metodenya. (Siapa tau
bisa dijadikan masukan
buat akhwat2 yg
berkecimpung di bidang
ini.) Anak-anak balita
yang masuk ke sekolah ini
(namanya Jamiatul
Quran), tidak disuruh
langsung ngapalin
juz'amma, melainkan
setiap kali datang,
diperlihatkan gambar
misalnya, gambar anak
lagi cium tangan ibunya,
(di rumah, anak disuruh
mewarnai gambar itu),
lalu guru cerita ttg
gambar itu (jadi anak
harus baik.dll).
Kemudian, si guru
ngajarin ayat "wabil
waalidaini ihsaana/Al
Isra:23" dengan
menggunakan isyarat
(kayak isyarat tuna
rungu), misalnya,
"walidaini",
isyaratnya bikin kumis dan
bikin kerudung di wajah
(menggambarkan ibu dan
ayah). Jadi, anak2
mengucapkan ayat itu
sambil memperagakan
makna ayat tersebut.
Begitu seterusnya (satu
pertemuan hanya satu
atau dua ayat yg
diajarkan). Hal ini
dilakukan selama 4
sampai 5 bulan. Setelah
itu, mereka belajar
membaca, dan baru
kemudian mulai
menghapal juz 'amma.
Suasana kelas juga
semarak banget. Sejak
anak masuk ke ruang
kelas, sampai pulang, para
guru mengobral pujian-
pujian (sayang, cantik,
manis,
pintar.dll) dan pelukan
atau ciuman. Tiap hari
(sekolah ini hanya 3 kali
seminggu) selalu ada saja
hadiah yang dibagikan
untuk anak-anak, mulai
dari gambar tempel,
pensil warna, mobil2an,
dll.
Habis baca doa, anak-
anak diajak senam, baru
mulai menghapal ayat.
Itupun, sebelumnya guru
mengajak ngobrol dan
anak2 saling berebut
memberikan pendapatnya.
(Sayang anak saya krn
masalah bahasa,
cenderung diam, tapi dia
menikmati kelasnya).
Setelah berhasil
menghapal satu ayat,
anak-anak diajak
melakukan berbagai
permainan. Oya, para ibu
juga duduk di kelas,
bareng2 anak2nya. Kelas
itu durasinya 90 menit .
Hasilnya? Wah, bagus
banget! Ketika melihat
saya membuka keran air
akan terlalu besar, anak
saya akan nyeletuk,
"Mama, itu israf
(mubazir)!"
(Soalnya, gurunya
menerangkan makna surat
Al A'raf :31 "kuluu
washrabuu
walaatushrifuu/ makanlah
dan minumlah, dan
jangan israf/berlebih2an) .
Waktu dia lihat TV ada
polisi ngejar2 penjahat,
dia nyeletuk "Innal
hasanaat tushrifna
sayyiaat/ Sesungguhnya
kebaikan akan
mengalahkan
kejahatan" (Hud:114).
Teman saya mengeluh
(dengan nada bangga)
bahwa tiap kali dia
ngobrol dgn temannya ttg
orang lain, anaknya akan
nyeletuk "Mama, ghibah
ya?" (soalnya, dia sudah
belajar ayat "laa yaghtab
ba'dhukum
ba'dhaa"/Mujadalah:12) .
Anak saya (dan anak2
lain, sesuai penuturan
ibu2 mereka), ketika
sendirian, suka sekali
mengulang2 ayat2 itu
tanpa perlu disuruh. Ayat2
itu seolah-olah menjadi
bagian dari diri mereka.
Mereka sama sekali tidak
disuruh pakai kerudung.
Tapi, setelah diajarkan
ayat ttg jilbab (An-
Nur:31)! , mereka langsung
minta sama ibunya untuk
dipakaikan jilbab.
Anak saya, ketika ingkar
janji (misalnya, janji nggak
main lama2, trus ternyata
mainnya lama), saya
ingatkan ayat "limaa
taquuluu maa laa
taf'alun" (As-Shaf:2). dia
langsung bilang "Nanti
nggak gitu lagi Ma.!"
Akibatnya, jika saya
mengatakan sesuatu dan
tidak saya tepati, ayat itu
pula yang keluar dari
mulutnya!
Setelah tanya2 ke pihak
sekolah, baru saya tahu
bahwa metode seperti ini,
tujuannya adalah untuk
menimbulkan kecintaan
anak2 kepada Al Quran.
Anak2balita itu di masa
depan akan mmpunyai
kenangan indah ttg Al
Quran. Saya pikir2 benar
juga. Saya ingat, dulu
waktu kecil pergi ke TPA
(Taman Pendidkan Al
Quran) di Indonesia,
rasanya maless..banget
(Kalo nggak dipaksa ortu,
nggak jalan deh). Bagi
saya, TPA identik dengan
beban berat, PR yaang
banyak, hapalan bejibun,
guru galak, dsb. Pernah
saya dengar, di sekolah
Kristen anak2 diberi
hadiah dan dikatakan
kepada mereka bahwa itu
dari Yesus. Nah, kenapa
kita kaum muslim yang
meyakini bahwa agama
kitalah
yang paling benar, tidak
meniru cara ini agar anak2
merasa cinta kepada Allah
dan Quran?
Bagaimanapun, dunia
anak2 adalah dunia
materi. Mereka baru bisa
mencerap hal2 yang
nyata, seperti hadiah (dan
belum paham, pahala itu
apa). Para orangtua
teman sekelas anak saya
juga pada cerita bahwa
anak2nya malah nangis
kalau nggak diajak ke !
sekolah. Malah, buat anak
saya, ancaman tidak
diantar ke sekolah adalah
ancaman paling ampuh,
kalau dia nakal (dia akan
langsung nangis,
hehehe...mamanya nakal
ya?).
Metode pengajaran ayat
Quran dengan
menggunakan isyarat ini
diciptakan oleh seorang
ulama bernama Sayyid
Thabathabai. Anak beliau
yang pertama pada usia 5
tahun di bawah
bimbingan beliau sendiri,
sudah hapal seluruh juz Al
Quran, berikut maknanya,
hapal topik2nya (misalnya,
ditanyakan, coba
sebutkan ayat2 mana saja
yg berbicara ttg akhlak
kepada orangtua, dia
akan menyebut, ayat
ini..ini..ini. .), dan mampu
bercakap-cakap dengan
bahasa Al Quran (misalnya
ditanya; makanan
favoritmu apa, dia akan
menjawab "Kuluu mimma
fil ardhi halaalan
thayyibaa" (Al
Baqarah:168) . Anak kedua
juga memiliki kemampuan
sama, tapi sedikit lebih
lambat, mungkin usia 6
atau 7 tahun.
Keberhasilan anak2 Sayyid
Thabathabi itu benar-
benar fenomental
( bahkan anak
pertamanya diberi gelar
Doktor Honoris Causa di
bidang Ulumul Quran oleh
sebuah universitas di
Inggris ), sehingga sejak
itu, gerakan menghapal
Quran untuk anak-anak
kecil benar2 digalakkan di
Iran. Setiap anak
penghapal Quran
dihadiahi pergi haji
bersama orang-tuanya
oleh negara dan setiap
tahunnya ratusan anak
kecil di bawah usia 10
tahun berhasil menghapal
Al Quran ( jumlah ini lebih
banyak kalau dihitung
juga dengan anak lulusan
dari sekolah2 lain ).
Salah satu tujuan Iran
dalam hal ini ( kata salah
seorang guru ) adalah
untuk menepis isu-isu dari
musuh-musuh Islam yang
ingin memecah-belah
umat muslim, yang
menyatakan bahwa
Quran-nya orang Iran itu
beda/ lain daripada yg
lain.
Saya pernah diskusi dgn
teman saya dosen ITB, dia
mengatakan bahwa
metode seperti itu
merangsang kecerdasan
anak karena secara
bersamaan anak akan
melihat gambar,
mendengar suara,
melakukan gerakan-
gerakan yang selaras
dengan ucapan verbal, dll.
Sebaliknya, menghapal
secara membabi-buta,
malah akan
membuntukan otak anak.
Selain itu, menurut guru
di Jamiatul Quran ini,
pengalaman menunjukkan
bahwa anak-anak yang
menghapal Quran dengan
melalui proses isyarat ini
(jadi mulai sejak balita
sudah masuk ke sekolah
itu) lebih berhasil
dibandingkan anak-anak
yang masuk ke sana
ketika usia SD.
Selain itu, menghapal Al
Quran lengkap dengan
pemahaman atas artinya
jauh lebih bagus dan awet
(nggak cepat lupa) bila
dibandingkan dengan
hapal cangkem (mulut).

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan sopan

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls